Rabu, 02 Mei 2012

Analisis Film Pursuit of Happyness


SINOPSIS

Sebuah Kisah nyata perjalanan seorang Ayah dan anaknya dalam menempuh pahit getirnya kehidupan hingga akhirnya hidup berkecukupan sebagai multimillionaire stockbroker di pasar saham. berkat kesabaran dan kegigihan hati seseorang Ayah demi kebahagiaan anaknya yang akhirnya menjadi sumber kekuatan tersendiri di luar batas yang mungkin dapat dibayangkan.
Film yang mengisahkan kehidupan sebenarnya dari seorang Christopher Gardner, seorang tuna wisma dan single parents yang berjuang dalam hidup bersama anaknya hingga berhasil menjadi jutawan dan CEO sebuah perusahaan stockbroker ternama di Amerika yaitu Christopher Gardner International Holdings dengan kantor yang kini tersebar di New York, Chicago, and San Francisco. Dari seorang yang miskin hingga menjadi jutawan, pastilah sebuah kisah yang sudah pasti akan mengundang rasa kagum dan menarik untuk kita ketahui. Sebuah moment yang yang mampu menyentuh emosional terdalam dan bersatu dalam sebuah konteks kehidupan spritual akan sebuah arti kehidupan itu sendiri.
 “Setiap orang pasti akan melewati satu point dimana dia akan menuju terus kebagian paling dasar dari hidupnya. Dan melewati satu point lagi yang akan selalu menuju bagian teratas dari hidupnya. Tapi kita hanya tidak tahu kapan dan dimana point tersebut berada.. Jadi jeli-jeli lah dalam melihat hidup ini… karena hanya akan ada satu point yang anda akan lewati.. jangan pernah menyerah maupun lupa diri saat melewati cek point anda!”
Mungkin ada sedikit kemiripan dengan pesan yang berusaha disampaikan oleh Chris Gardner dalam film ini. Dimana dalam suatu kesempatan di film tersebut, Chistoper’s Son yang diperankan oleh anak Will Smith sendiri menceritakan sebuah kisah lucu :
“There was a man who was drowning, and a boat came, and the man on the boat said “Do you need help?” and the man said “God will save me”. Then another boat came and he tried to help him, but he said “God will save me”, then he drowned and went to Heaven. Then the man told God, “God, why didn’t you save me?” and God said “I sent you two boats, you dummy!”
Intinya adalah Tuhan biasanya mendatangkan bantuan lewat cara-cara yang terkadang kita sendiri tidak mengetahui bahwa itu adalah bantuan. Karena bentuknya yang tidak berupa mukjizat secara langsung dan kasat mata. Tapi hanya bisa kita pahami pada saat kita memandang kebelakang di kehidupan kita.
Turning point dalam hidup seseorang seringkali terjadi di waktu dan tempat yang kita tak pernah bayangkan. Ada saatnya kita memasuki turning point yang membawa kehidupan kita kebawah. Sama halnya yang diawali oleh Gardner. Turning point ke bawah ini berawal saat dia memutuskan untuk menjadi seorang salesman Bone Density scanner dan menginvestasikan tabungan keluarganya untuk membeli beberapa alat ini sebagai stock untuk dijual kembali secara exclusive ke medical centre di San Fransisco. Namun ditengah terpuruknya kondisi ekonomi Amerika saat itu, membuat Gardner kesulitan untuk menjual barang tersebut sebagai kompensasi untuk menutup biaya hidup mereka. Tekanan hidup dirasa semakin berat oleh keluarga Gardner, karena langkah Gardner tersebut ternyata membuat kondisi keuangan keluarga menjadi tidak stabil dan sulit. Istrinya pun mengalami kelelahan baik lahir maupun batin karena harus bekerja double shift untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, sehingga bayangan akan masa depan yang diharapkan diawal pernikahan seakan menjadi jauh dari jangkauan. Rasa putus asa dan lelah jiwa membuat istrinya cepat meledak-ledak dan skeptis terhadap kemampuan suaminya.
Sedangkan Christopher Gradner, yang lahir pada 9 february di Milwauke tanpa pernah melihat siapa ayahnya terlahir untuk memiliki mimpi sendiri yang dia rasakan lebih penting bagi dirinya daripada hanya menjual scanner. Kehidupan keras yang dia rasakan bersama ibunya telah menempa dirinya hingga memiliki suatu “spiritual genetic” tersendiri dan mengajarkan dia suatu pelajaran berharga dalam hidup, yang tetap dia pegang hingga kini. Dia ingin menjadi seorang ayah yang dia tidak pernah miliki. Dan hal tersebut dia dedikasikan ke anaknya melalui kesabaran yang tiada batas serta kesatuan emosi dengan anaknya. Dan saat istrinya memutuskan untuk meninggalkan dia karena tidak tahan lagi akan tekanan hidup yang dimiliki, semuanya mulai berubah. Chris harus rela kehilangan mobil dan apartmentnya. Namun dia tetap bersikukuh untuk tetap dapat bersama anaknya, karena dia telah membuat keputusan dimasa kecilnya, saat dia memiliki anak nanti, dia tidak ingin anaknya tidak tahu siapa bapaknya seperti dirinya. Walaupun akhirinya, istrinya tetap meninggalkan mereka.
Saat melihat hal tersebut, hati kami seakan ikut teriris dan sedikit mengeluarkan air mata. Terlebih saat adegan dimana Chris dan anaknya harus hidup homeless dan terpaksa tidur di kamar mandi umum. Dengan air mata berlinang sambil menatap anaknya, satu tangan diberikan sebagai bantal untuk anaknya agar dapat tetap tidur nyenyak dan satu tangan lagi dikerahkan untuk menahan pintu yang tengah ingin dibuka oleh seseorang dari luar. Dia berusaha menghindari pemeriksaan petugas yang sedang memeriksa setiap malam. Wajah anaknya sudah kelelahan dan bila diusir dia tidak tahu harus tidur dimana.
Sebagai instantnya, turning point kedua dalam hidup Gardner dan pekerjaannya terjadi diparkiran sebuah gedung. Pada saat dia memandang ke arah salah satu gedung yang berdiri megah di San Fransisko, dia melihat begitu banyak muka-muka bahagia yang keluar dari gedung tersebut. Sebuah ekspresi yang rasanya menjadi sesuatu yang mewah bagi dirinya disaat itu. Dan tiba-tiba dia melihat seseorang tengah keluar dari sebuah Mobil Ferrari yang diparkir tepat disebelahnya. Decak kagum Gardner bukanlah pada mobil tersebut, namun bagaimana orang itu mendapatkannya. Dia bertanya “Wow, I gotta ask you two questions. What do you do? And how do you do that? Sebuah moment yang hingga akhirnya menjadikan pria ini seorang stockbroker dengan penghasilan USD 80.000 per bulan.
The Pursuit of happiness adalah salah satu film yang layak anda tonton. Banyak pelajaran hidup yang dapat diambil didalamnya. Menceritakan bagaimana sebuah kerja keras dan devotion seorang ayah terhadap anaknya membawa kebahagiaan pada akhirnya. Kita tidak tahu betapa mewahnya sebuah pertolongan bila kita tidak pernah kesulitan. Dan betapa indahnya kebahagiaan, bila tidak pernah merasakan penderitaan. Salah satu pelajaran hidup yang priceless.
Mungkin yang perlu kita pertanyakan dari kisah tersebut adalah bagaimana kita mengartikan sebuah kebahagiaan. Bukan hasil pencapaiannya, namun prosesnya. Karena Seorang milioner seperti Gardner sekalipun pernah membuat keluarganya kelaparan. Pernah mengalami derita yang tak terbayangkan. Sangat beda dari film-film yang selalu berisi anak seorang kaya yang kemudian menjadi lebih kaya lagi kemudian hidup bahagia. Ini adalah cerita nyata yang juga dialami oleh ratusan juta orang di muka bumi. Apa yang dapat kita pelajari dari Chris Gardner dalam meraih kesuksesannya? Mempertahankan keluarganya? Apakah takdir yang menemukan kita ataukah kerja keras dan kesabaran yang membawa kita menuju takdir kita? Satu hal mungkin yang harus kita ingat sebagai pelajaran, kita tidak pernah tahu apa yang orang lain telah lalui ketika kita membentuk ekspektasi kita.



PEMBAHASAN


A.   DASAR-DASAR TEORI
Dalam menganalisa kasus ini kami menggunakan beberapa teori diantaranya sebagai berikut :
1. Konsep kepribadian sehat menurut Carl Rogers
Carl Rogers berpendapat bahwa manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikontrol oleh peristiwa masa kanak-kanak, yang penting adalah masa sekarang, saat ini dan apa yang kita hadapi dan yang terjadi, meskipun masa lampau memberikan pengaruh, namun bukan penentu masa sekarang. Manusia memiliki kecenderungan mengaktualisasi yaitu untuk bergerak menuju perlengkapan atau pemenuhan potensi-potensinya. Aktualisasi diri merupakan proses yang sukar dan kadang menyakitkan, seperti tantangan dan ujian sebagai cambukan terus-menerus terhadap kemampuan seseorang. Rogers memberikan istilah untuk orang yang sehat sebagai orang yang berfungsi sepenuhnya dengan ciri-ciri sebagai berikut :
·         Keterbukaan terhadap pengalaman
Kepribadian yang dinamis dan fleksibel, yaitu terbuka terhadap pengalaman dari luar untuk menemukan pandangan baru yang lebih kreatif dan konstruktif.
·         Kehidupan eksistensial
Orang yang eksis memiliki pikiran jernih dan memakai pengalaman sebagai suatu kehidupan baru serta mereka dapat menyesuaikan diri secara terus-menerus, terbuka, tidak berprasangka, tegar, dan tidak memanipulasi pengalaman.
·         Kepercayaan terhadap organisme sendiri
Mereka mempunyai kepercayaan diri sepenuhnya, spontanitas namun tidak tergesa-gesa serta tidak meninggalkan konsekuensi yang mungkin diperolehnya. Individu yang sehat memberikan kebebasan pada organisme untuk memberikan nilai terhadap dirinya.
·         Perasaan bebas
Orang yang sehat memiliki rasa bebas dalam memilih dan bertindak, memiliki perasaan berkuasa secara pribadi terhadap dirinya sehingga masa depan tergantung pada dirinya dan tidak diatur oleh peristiwa masa lampau.
·         Kreativitas
Orang yang berfungsi sepenuhnya memiliki sikap yang kreatif, fleksibel, spontan, wajar dan tidak mengharapkan tuntutan dari lingkungan. Mereka mengembangkan diri dengan penuh keyakinan serta memiliki ketahanan terhadap perubahan, sehingga sikap ini dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
2.   Teori Adjustment (Penyesuaian Diri) dan Coping-Resilience
Konsep adaptasi berasal dari istilah biologi yg berarti upaya untuk bertahan hidup yg dilakukan  oleh berbagai spesies. Adjustment (penyesuaian diri) tersebut mengandung dua proses, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya  dan merubah lingkungan agar menyesuaikan diri dg kebutuhan individu. Istilah penyesuaian diri dan lingkungan bermakna luas yaitu lingkungan yang berbentuk fisik (lingkungan sekitar, alam, benda-benda yang kongkret) dan lingkungan yang berbentuk psikis (jiwa, raga, rohani, keyakinan). Penyesuaian diri yang baik dilakukan dengan respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Ketika individu gagal atau tidak mampu menyesuaikan diri akan menimbulkan gangguan (abnormalitas) seperti kecemasan, stress, kesepian, kebosanan, depresi, frustrasi, perilaku menyimpang serta psikosomatis.
Salah satu upaya penyesuaian diri adalah perilaku coping, yakni upaya untuk melakukan perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam rangka memenuhi tuntutan internal/eksternal (atau konflik diantara keduanya) yang bersifat spesifik dan  dirasakan mengancam bagi individu. (Folkman & Lazarus). Menurut Lazarus (Sarafino, 1998), ada dua jenis coping yaitu :
·         Emotion-focused coping atau koping yang berfokus pada emosi
Emotion focused coping merupakan upaya coping dengan mengurangi beban emosi atau usaha untuk mengubah/mengelola respon emosi seseorang terhadap stimulus  stres (Prokop, dkk., 1991).
·         Problem focused coping atau koping yang berfokus pada masalah
Problem focused coping adalah suatu upaya coping dengan mengubah hubungan antara diri dengan lingkungan sebagai strategi problem solving atau sebagai upaya mengubah/ mengelola stimulus stres (Prokop, dkk., 1991).
Dalam menghadapi suatu masalah terkadang menimbulkan trauma. Kemampuan individu untuk bangkit dari trauma disebut resilience. Resilience dapat dilihat dari :
      Adanya hasil penyesuaian diri yang baik meskipun individu memiliki resiko tinggi
      Menunjukkan kompetensi yang konstan ketika menghadapi stres
      Mampu memulihkan diri dari trauma (Wikipedia)

B.   ANALISIS TOKOH
Dalam teori Rogers, ia mengemukakan bahwa tingkah laku individu dapat dipahami hanya melalui persepsi subyektif dan kesadaran terhadap realitas yaitu realitas obyektif secara sadar diterima dan diinterpretasikan oleh individu pada suatu waktu tertentu. Bila kita kaitkan dengan tokoh Christ Gardner, ia sebenarnya bukan berasal dari keluarga yang bahagia, ia tidak mengalami pengasuhan yang indah bersama kedua orang tuanya dari kecil karena bertemu ayah kandungnya saja ketika ia berusia 28 tahun, namun ia tidak terpuruk oleh kondisi masa lalunya ini. Christ justru mampu melakukan resilience (bangkit dari trauma masa lalu). Hal ini terbukti dari tekadnya agar kelak anaknya kenal siapa dirinya sebagai sosok ayah yang baik. Jika dikaitkan dengan teori Carl Rogers, maka Gardner tergolong dalam orang yang mampu berfungsi sepenuhnya. Hal ini terlihat dari :
·         Gardner mampu menerima keadaan keluarganya yang tidak harmonis dan kondisi ekonomi yang sulit. Sementara istrinya tidak bisa menerima keadaan tersebut. Ia selalu menyalahkan Gardner yang tidak mampu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dan memaksanya untuk bekerja double shift di sebuah laundry demi menutupi kekurangan ekonomi tersebut. Namun hal ini tetap saja tidak mampu menutupi sepenuhnya. Sehingga sang istri semakin tertekan dan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Gardner dan anaknya.
·         Gardner bergerak untuk menuju perlengkapan atau pemenuhan potensinya yaitu dengan mencoba melamar pekerjaan di sebuah perusahaan  stockbroker. Awalnya ia hanya magang (bekerja tanpa gaji) pada perusahaan tersebut. Namun hal ini tidak membuatnya putus asa, sebaliknya ia semakin bersemangat dan bertekad kuat. Sikap Gardner yang demikian sangat sesuai dengan Teori Rogers bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang mampu bersikap eksis dan tegar.
·         Kemampuan aktualisasikan dirinya ditunjukkan dengan semangatnya dalam bekerja walaupun tanpa gaji yang sebenarnya ia sangat membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bersama anaknya. Ia mampu menghadapi segala tantangan dan ujian menuju keberhasilan sebagaimana yang diungkapkan oleh Rogers dalam konsep pribadi sehat.
·         Gardner memiliki pribadi yang dinamis dan fleksibel, ditunjukkan dengan kemampuannya bergaul di lingkungan kantor tanpa menampakkan berbagai permasalahan hidup yang dihadapinya.
·         Gardner termasuk orang yang percaya akan kemampuan dirinya. Ia dapat meyakinkan atasannya bahwa ia memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik, meskipun ia bukan seorang sarjana.
·         Gardner memiliki rasa  bebas dalam memilih dan bertindak terutama dalam menentukan masa depannya.
·         Kreativitas Gardner terlihat pada saat ia mampu memperbaiki alat scanner yang rusak.



KESIMPULAN

Dari analisa kepribadian tokoh di atas, kami menyimpulkan bahwa Christ Gardner memiliki kepribadian yang sehat menurut pandangan Carl Rogers (orang yang berfungsi sepenuhnya). Ia juga mampu menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan perilaku coping yang baik dan mempunyai kemampuan resilience. Sedangkan istrinya tidak mampu bersikap demikian.
Dari kisah hidup Christ Gardner ini kita dapat mengambil perjalanan bahwa hidup ini penuh dengan tantangan yang harus dihadapi dengan penuh ketegaran dan kepercayaan diri demi pencapaian keberhasilan.





DAFTAR PUSTAKA

Feist, J., & J, F. G. (2008). Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Selasa, 01 Mei 2012

Alfred Adler

Sekilas Psikologi Individual
Alfred adler bukanlah seorang teoritis atau seorang abnormal yang didorong oleh kegilaannya karena ambisi.  Psikologi social miliknya menyajikan sebuah pandangan yang optimistic tentang manusia dengan menitikberatkan pada konsep kepedulian sosial (social interest).
Adler adalah anggota asli lingkaran kecil dokter Wina yang bertemu di rumah Freud setiap Rabu sore untuk membahas topik-topik psikologis.  Namun ketika perbedaan-perbedaan teoritis dan personal antara Adler dan Freud semakin lebar, Adler meninggalkan lingkaran Freud dan membangun sebuah teori yang sama sekali berlawanan.  Teori ini dikenal sebagai psikologi individu.

Biografi Alfred Adler
Alfred adler lahir pada 7 Februari 1870 di Rudolf sheim, sebuah desa kecil dekat Wina.  Ibunya, Pauline, adalah ibu rumah tangga pekerja keras yang sibuk mengasuh ketujuh orang anaknya.  Ayahnya, Leopold, pedagang gandum berkebangsaan Yahudi kelas menengah yang berasal dari Hungaria.  Ketika masih kecil, fisik Adler sangat lemah dan sakit-sakitan, dan pada usia lima tahun dia hampir meninggal akibat pneumonia.
Kesehatan Adler yang lemah berbeda tajam dengan kondisi kakak laki-lakinya, Sigmund.  Sigmund Adler, saingan masa kanak-kanak yang berusaha dikalahkan Adler kecil, adalah lawan yang sangat tangguh, bahkan bertahun-tahun kemudian dia menjadi sangat berhasil dalam bisnisnya sehingga membantu Alfred secara keuangan.
            Hidup Freud dan Adler memiliki beberapa pararel yang menarik.  Meskipun kedua laki-laki itu lahir dari orangtua Yahudi Wina kelas menengah ke bawah, tak satu pun yang beragama Yahudi dengan sungguh-sungguh.  Freud masih lebih menyadari keyahudiannya ketimbang Adler dan sering kali merasa dirinya teraniaya akibat latar belakang keyahudiannya.  Adler tidak pernah mengeluh diperlakukan tidak adil, dia malah beralih ke Protestanisme.
            Seperti Freud, Adler juga memiliki adik laki-laki  yang meninggal sewaktu bayi.  Freud dari pengakuannya sendiri, telah mengharapkan dibawah sadarnya akan kematian, Freud dipenuhi oleh rasa bersalah danselalu mengintrospeksi dirinya.  Sebaliknya Adler tampaknya memiliki alasan lebih kuat untuk mengalami trauma lantaran kematian adik laki-lakinya.
            Adler tertarik kepada hubungan- hubungan sosial, dimana saudara kandung dan rekan-rekan sebayanya memainkan peran penting bagi perkembangan masa kanak-kanaknya.  Sebaliknya freud lebih dekat secara emosional dengan orangtua khususnya ibu.
            Adler lulus dari sekolah dasar tanpa mengalami kesulitan atau diskriminasi.  Namun ketika memasuki Gymnasium sebagai persiapan menuju sekolah kedokteran, dia hanya mencapai prestasi pas-pasan sampai-sampai ayahnya mengancam untuk memindahkan dia dari sekolah dan menyuruhnya menjadi pembuat sepatu salju saja.
            Karena ayahnya lahir di Hungaria, adler berkewajiban ikut tugas militer dalam angkatan perang Hungaria.  Adler menyelesaikan kewajiban itu dan kembali ke Wina untuk melanjutkan gelar doktornya.  Dia kemudian memulai praktik pribadi sebagai spesialis mata namun meninggalkan spesialasasi ini dan pindah ke psikiatri dan kedokteran umum.
            Freud mengundang Adler dan tiga dokter Wina lainnya agar hadir di kediaman Freud untuk mendiskusikan psikologi dan neuropatologi.  Kelompok ini dikenal sebagai Wednesday Psychological Society sampai tahun 1908 yang berubah namanya menjadi Vienna Psychoanalytic Society.  Tidak ada dari mereka yang mengakui perbedaan-perbedaan teoritis bahkan setelah Adler menerbitkan Study of Organ Inferiority and Its Psychical Compensation bahwa kelemahan-kelemahan fisik bukannya seks yang membentuk fondasi bagi motivasi tindakan manusia.
            Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, Adler sering mengunjungi Amerika Serikat tempat dia mengajar psikologi individu, dia menjadi warga tetap Amerika Serikat dan memegang posisi Profesor Tamu untuk Psikologi Medis di Long Island College of Medicine.
            Adler menikahi seorang perempuan Rusia yang sangat mandiri, Raissa Epstein, pada Desember 1897. Raissa merupakan salah satu feminis pertama dan jauh lebih terlibat dalam politik ketimbang suaminya.
            Raissa dan Adler memiliki empat orang anak, Alexandra dan Kurt. Keduanya menjadi psikiater melanjutkan kerja ayahnya, Valentine (Vali), meninggal sebagai tahanan politik di Uni Soviet sekitar tahun 1942, dan Cornelia (Nelly) yang bercita-cita menjadi seniman. Adler meninggal pada tanggal 28 Mei 1937, di Aberdeen Skotlandia.



Pendahuluan Bagi Teori Adlerian
Bagi Adler, manusia dilahirkan dengan tubuh yang lemah dan inferior – sebuah kondisi yang mengarah pada perasaan-perasaan inferioritas dan ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu, suatu perasaan menyatu pada orang lain (kepedulian sosial) sangat inheren dalam manusia dan menjadi standar tertinngi kesehatan psikologis. Nada utama teori Adlerian dapat dituliskan dalam sebuah kerangka pendek, yakni sebagai berikut :
1.      Satu-satunya kekuatan dinamis dibalik perilaku manusia adalah perjuangan menuju keberhasilan atau keunggulan
2.      Persepsi-persepsi subjektif manusia membentuk perilaku dan kepribadian mereka
3.      Kepribadian merupakan sebuah kesatuan dan konsisten dalam diri
4.      Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang kepedulian sosial
5.      Struktur kepribadian yang selalu konsisten dalam diri ini berkembang menjadi gaya hidup pribadi tersebut
6.      Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif manusia

Perjuangan Menuju Keberhasilan Atau Keunggulan
Adler memperkenalkan istilah perjuangan menuju keberhasilan untuk melukiskan tindakan-tindakan manusia yang dimotivasikan oleh kepedulian sosial yang tinggi (Adler, 1956).

Tujuan Akhir (Final Goal)
Untuk memperjuangkan tujuan akhir, manusia menciptakan dan mengejar banyak tujuan pendukung. Beberapa sub tujuan ini sering kali disadari namun, hubungan antara beberapa sub tujuan dengan tujuan akhir biasanya tidak tampak. Namun jika dilihat dari sudut pandang tujuan akhir, semua tujuan pendukung ini akan bersesuaian satu sama lain dengan pola yang selalu konsisten dalam dirinya.

Daya Juang Sebagai Kompensasi (Striving Force As Compensation)
Daya-daya dari alam dan pengasuhan (nature and nurture) tidak pernah dapat menghilangkan dari seseorang kekuatan untuk menetapkan suatu keunikan tujuan atau tidak memaksakan padanya keunikan pilihan gaya untuk mencapai tujuan tersebut (Adler, 1956). Adler mengidentifikasi dua bentuk umum perjuangan. Pertama, upaya nonproduktif secara sosial untuk mencapai keunggulan pribadi. Kedua, melibatkan kepedulian sosial dan ditujukan bagi kesuksesan atau kesempurnaan bagi setiap orang.

Perjuangan Menuju Keunggulan Pribadi (Stiving For Personal Superiority)
Suatu bentuk kepedulian sosial yang dilakukan semata-mata hanya untuk melayani diri (self-serving) dan termotivasi oleh kompensasi yang berlebihan (overcompensation) terhadap perasaan-perasaan keunggulan pribadi yang dilebih-lebihkan (exaggerated feelings of personal superiority).

Perjuangan Menuju Keberhasilan (Striving For Success)
Orang-orang yang secara psikologis sehat adalah orang-orang yang tindakan-tindakannya murni termotivasi oleh kepedulian sosial dana keberhasilan seluruh umat manusia. Individu yang sehat ini lebih memperhatikan tujuan-tujuan yang melampaui kenyamanan diri mereka, sanggup membantu orang lain tanpa menuntut atau mengharapkan pujian pribadi, dan sanggup melihat orang lain bukan sebagai musuh melainkan sebagai manusia biasa yang dengannya mereka dapat bekerja sama demi kemaslahatan sosial (social benefit). Keberhasilan mereka tidak dicapai dengan mengorbankan orang lain, melainkan lebih merupakan kecenderungan alamiah untuk bergerak menuju penyelesaian atau penyempurnaan. Orang-orang ini melihat masalah mereka sehari-hari dari sudut pandang perkembangan masyarakat itu sendiri. Pemahaman mereka tentang nilai suatu pribadi dilandasi oleh konstribusi pribadi tersebut bagi masyarakat manusia. Kemajuan sosial lebih penting ketimbang pujian pribadi (Adler, 1956).

PERSEPSI-PERSEPSI SUBJEKTIF (SUBJECTIVE PERCEPTIONS)
Perjuangan manusia menuju keunggulan atau keberhasilan adalah kompensasi bagi perasaan-perasaan inferioritasnya. Cara-cara mereka berjuang tidak dibentuk oleh realitas melainkan oleh persepsi-persepsi subjektif terhadap realitas.

Fiksionalisme
Gagasan Adler mengenai fiksionalisme berakar dari buku Hans Vaihinger  The Philosophy of’ As If’ (1911/1925). Vaihinger yakin kalau fiksi merupakan ide-ide yang tidak memiliki eksistensi riil. Naamun, mereka mempengaruhi manusia seolah-olah (“as-if”) ide-ide itu benar-benar eksis. Fiksi menuntun sebagian besar hidup kita. Manusia dimotivasi bukan oleh apa yang benar melainkan oleh persepsi subjektif mereka tentang apa yang benar. Penekanan Adler tentang fiksi ini konsisten dengan keyakinannya yang kuat terhadap konsep teleologis motivasi. Teleologi adalah sebuah penjelasan tentang perilaku seolah-olah dia muncul dari suatu sebab spesifik. Teleologi lebih menyoroti tujuan atau kondisi akhir di masa depan, sementara kausalitas lebih menyoroti pengalaman-pengalaman masa lalu yang menghasilkan beberapa efek di masa kini. Pandangan Freud tentang motivasi bersifat kausalitas – dia percaya manusia didorong oleh peristiwa-peristiwa masa lalu yang mengaktifkan perilaku saat ini. Sebaliknya Adler mengadopsi pandangan teleologis dimana manusia termotivasikan  oleh persepsi-persepsi saat ini mereka tentang masa depan. Sebagai fiksi, persepsi-persepsi ini tidak harus selalu disadari atau dipahami. Namun begitu, mereka memberikan suatu tujuan bagi semua tindakan manusia dan bertanggung jawab bagi pola konsisten yang mengemuka di seluruh hidup mereka.

Inferioritas Fisik
Adler (1929/1969) menegaskan bahwa seluruh raga manusia “diberkati” dengan inferioritas organ-organ tubuhnya. Kelemahan dan cacat fisik ini sebenarnya sedikit saja memiliki makna penting bagi mereka, atau mungkin tidak sama sekali. Namun dia akan menjadi bermakna jika dapat menstimulasikan perasaan-perasaan subjektif tentang inferioritas, yang berfungsi sebagai sebuah impetus menuju penyelesaian dan perlengkapan. Beberapa orang mengkompensasikan perasaan-perasaan inferioritas ini dengan bergerak menuju kesehatan psikologis dan gaya hidup yang berguna sementara yang lain mengkompensasikan secara berlebih-lebihan dan dimotivasikan untuk menguasai orang lain atau mundur dari hadapan mereka. Adler (1929/1969) menekankan bahwa kelemahan-kelemahan fisik saja tidak menyebabkan gaya hidup tertentu; kelemahan fisik secara sederhana menyediakan bagi motivasi pada saat ini untuk mencapai suatu tujuan di masa depan. Motivasi, seperti halnya semua aspek kepribadian, disatukan dan konsisten di dalam dirinya.

KESATUAN DAN KONSISTENSI DALAM DIRI KEPRIBADIAN (UNITY AND SELF-CONSISTENCY OF PERSONALITY)
Adler (1956) menemukan beberapa ciri operasi secara keseluruhan dengan kesatuan dn konsistensi diri ini. Ciri pertama disebutnya bahasa organ tubuh, atau dialek organ tubuh.

Dialek Organ Tubuh (Organ Dialect)
Menurut Adler (1956), sebuah pribadi secara keseluruhan berjuang dengan cara yang konsisten dalam dirinya menuju satu tujuan tunggal, dan semua tindakan dan fungsi yang berbeda-beda ini bisa dipahami hanya sebagai bagian dari tujuan ini. Gangguan terhadap salah satu bagian tubuh tidak bisa dilihat secara terpisah karena gangguan ini mempengaruhi seluruh kepribadian. Pada kenyataannya, organ tubuh yang cacat memang menjadi arah tujuan individu, sebuah kondisi yang disebutnya sebagai dialek organ tubuh.

Alam Sadar Dan Alam Bawah Sadar
Adler (1956) mendefinisikan alam bawah sadar sebagai bagian dari tujuan yang tidak terumuskan dengan jelas atau tidak sepenuhnya dimengerti individu. Dengan definisi ini, Adler menghindari dikotomi antara alam bawah sadar dan alam sadar Freudian yang kontradiktif, karena baginya kedua alam ini merupakan dua bagian dari satu kesatuan sistem yang sama dan saling bekerja sama. Pikiran-pikiran sadar adalah pikiran yang dimengerti dan dijadikan individu sebagai bantuan berharga bagi perjuangannya menuju keberhasilan, sementara pikiran-pikiran bawah sadar adalah pikiran yang tidak dapat membantunya secara langsung.

KEPEDULIAN SOSIAL (SOCIAL INTEREST)
Istilah kepedulian sosial berarti rasa persatuan dengan semua umat manusia; hal ini menyatakan secara tidak langsung keanggotaan dalam komunitas sosial seluruh manusia. Kepedulian sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah sikap keterhubungan dengan kemanusiaan pada umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas manusia. Dia memanifestasikan diri sebagai kerja sama dengan orang lain demi kemajuan sosial, lebih daripada perolehan pribadi semata (Adler, 1964). Kepedulian sosial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perekat yang mengikat masyarakat secara bersama-sama (Adler, 1927). Inferioritas alamiah individu adalah prasyarat utama bagi penyatuan bersama seluruh manusia ketika membentuk sebuah masyarakat. Kepedulian sosial, merupakan prasyarat yang diperlukan untuk melindungi spesies manusia.



Asal Usul Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial berasal sebagai “potensi” dalam diri setiap orang namun, dia harus dikembangkan lebih dulu sebelum dapat memberikan konstribusi bagi gaya hidup yang berdaya guna. Dia berakar dari hubungan ibu-anak selama bulan-bulan awal masa bayi. Setiap orang yang bertahan melewati masa bayi sebenarnya dipertahankan hidupnya oleh pribadi keibuan (mother-ing person) yang juga menanamkan sejumlah kepedulian sosial dalam dirinya. Adler (1956) yakin bahwa efek-efek dari lingkungan sosial awal amat penting. Hubungan seseorang anak dengan ibu dan ayahnya begitu kuat sampai-sampai mengikis efek-efek hereditas. Adler percaya bahwa setelah usia lima tahun, efek-efek hereditas menjadi terburamkan oleh pengaruh kuat lingkungan sosial anak. Pada saat itu, kekuatan-kekuatan lingkungan telah memodifikasi atau membentuk hampir setiap aspek kepribadian seorang anak.

Pentingnya Kepedulian Sosial
Kepedulian sosial adalah tongkat pengukur Adler untuk menentukan kesehatan psikologis seseorang dan “satu-satunya kriteria bagi nilai-nilai manusia” (Adler, 1927, hlm. 167). Menurut Adler, kepedulian sosial adalah satu-satunya alat yang digunakan untuk menilai harga sebuah pribadi. Sebagai barometer normalitas, dia menjadi standar yang digunakan untuk menentukan daya guna sebuah kehidupan. Kepedulian sosial tidak sama dengan kedermawanan (charity) dan ketidakegoisan (unselfishness). Tindakan-tindakan filantropis dan kebaikan hati bisa saja dimotivasikan atau tidak dimotivasikan oleh kepedulian sosial. Semua orang memiliki perasaan-perasaan inferioritas, dan semua perangkat tujuan akhir dimulai sekitar usia empat atau lima tahun. Individu yang tidak sehat secara psikologis akan mengembangkan perasaan-perasaan inferioritas secara berlebihan dan berusaha mengkompensasikannya dengan menetapkan tujuan yang berbentuk keunggulan pribadi. Mereka lebih termotivasi oleh pencapaian pribadi daripada kepedulian sosial, sementara manusia yang sehat termotivasi oleh perasaan-perasaan normal ketidaklengkapannya dan tingkat kepedulian sosial yang tinggi.


GAYA HIDUP (STYLE OF LIFE)
Gaya hidup adalah istilah yang digunakan Adler untuk mengacu kepada warna kehidupan seseorang. Ini mencakup tujuan pribadi, konsep-diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Gaya hidup adalah produk dari interaksi hereditas, lingkungan, dan gaya kreatif pribadi. Gaya hidup sebuah pribadi mulai terbangun pada usia empat atau lima tahun. Setelah usia tersebut, semua tindakan kita berfluktuasi di seputar gaya hidup kita yang berusaha mencapai kesatua-diri tersebut. Individu yang tidak sehat secara psikologis sering kali mengarah pada kehidupan yang tidak fleksibel, ditandai oleh ketidakmampuan memilih cara-cara baru bereaksi terhadap lingkungannya. Sebaliknya, pribadi yang sehat secara psikologis bersikap dengan cara yang beragam dan fleksibel dengan gaya hidup yang kompleks, kaya dan selalu berubah. Manusia yang sehat melihat banyak cara untuk berjuang menuju keberhasilan dan terus berusaha menciptakan opsi-opsi baru bagi diri sendiri. Manusia dengan gaya hidup sehat dan berguna secara sosial mengekspresikan kepedulian sosial mereka lewat tindakan. Adler (1956) percaya bahwa manusia dengan gaya hidup yang berguna secara sosial mereka mempresentasikan bentuk tertinggi kemanusiaan dalam proses evolusi dan akan mampu menguasai dunia masa depan.

DAYA KREATIF (CREATIVE POWER) 
Setiap pribadi, kata Adler, diperkuat oleh kebebasan untuk menciptakan gaya hidupnya sendiri. Daya kreatif menempatkan mereka dalam kendali hidup mereka sendiri, bertanggung jawab dalam tujuan akhir, menentukan metode perjuangan untuk mencapai tujuan tersebut, dan memberikan kontribusi bagi perkembangan kepedulian sosial. Daya kreatif merupakan sebuah konsep dinamis yang mengimplikasikan gerakan, dan gerakan ini adalah karakteristik hidup yang paling penting. Semua kehidupan psikis mencakup gerakan menuju sebuah tujuan, gerakan dengan sebuah arah (Adler, 1964).
Adler (1956) mengakui pentingnya hereditas dan lingkungan dalam membentuk kepribadian. Namun begitu, manusia jauh lebih daripada produk hereditas dan lingkungan. Mereka adalah makhluk-makhluk kreatif yang tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan namun, juga bertindak di dalamnya, yang menyebabkan lingkungan bereaksi kembali pada mereka.

Perkembangan Abnormal
Adler percaya manusia adalah apa yang mereka bentuk sendiri. Daya kreatif mendukung manusia dalam batas- batas tertentu, dengan kebebasan untuk menjadi sehat atau tidak sehat secara psikologis, dan untuk menjalani gaya hidup yang berguna atau tidak berguna.

Deskripsi Umum
Satu faktor yang melandasi semua jenis perilaku menyimpang ( maladjustment) adalah kepedulian sosial, para penderita neurotik cenderung :
  1. menetapkan tujuan akhir terlalu tinggi
  2. hidup di dunia pribadi mereka sendiri
  3. memiliki gaya hidup yang kaku dan dogmatis  
Tujuan yang kelewat batas dan tidak realistis menjadikan mereka berperilaku dogmatis dan menjauhkan mereka dari komunitas manusia lain karena membutuhkan perjuangan yang lebih ketat.

Faktor – Faktor Eksternal Perilaku Menyimpang
  1. Kelemahan fisik yang dibesar-besarkan
Setiap pribadi selalu mempunyai kelemahan-kelemahan fisik tertentu yang selalu mengarah kepada perasaan-perasaan inferioritas. Mereka cenderung sibuk memperhatikan diri sendiri dan kurang memperhatikan orang lain. Rasa takut sudah mengalahkan mereka lebih daripada hasrat untuk mencapai keberhasilan, dan mereka begitu yakin bahwa masalah-masalah utama mereka hanya dapat dipecahkan dengan cara-cara egoistik.
  1. Gaya Hidup yang Manja
Mereka sering kali mengharapkan orang lain memerhatikan, melindungi dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Merekan dicirikan oleh kepengecutan ekstrem, ketidaktajaman menganalisis, terlalu sensitive, tidak sabar, dan memiliki emosi yang berlebih-lebihan, khususnya rasa cemas.
Anak-anak manja tidak menerima cinta terlalu banyak, tapi mereka merasa tidak dicintai. Orang tua mereka memperlihatkan kurangnya cinta dengan berbuat terlalu banyak bagi meraka dan dengan memperlakukan seolah-olah mereka tidak sanggup menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri.
  1. Gaya hidup yang tertolak
Penolakan adalah konsep yang agak relatif. Tak seorangpun merasakan tertolak secara total. Anak-anak yang merasa tidak dicintai, tidak diinginkan, teraniaya dan tidak diperlakukan dengan benar mengambangkan sedikit saja kepedulian social dan cenderung menciptakn gaya hidup yang tertolak. Mereka memiliki sedikit kepercayaan pada diri sendiri, tidak percaya pada orang lain dan tidak sanggup bekerjasama. Mereka memiliki rasa curiga yang berlebih sehingga memandang masyarakat sebagai musuh dan merasa iri terhadap keberhasilan orang lain.

Kecenderungan-kecenderungan Melindungi Diri ( Safeguarding Tendencies )
Konsep kecenderungan melindungi diri bisa dibandingkan dengan konsep mekanisme pertahanan ego Freud. Yang mendasar bagi keduanya adalah gagasan bahwa simton-simton dibentuk sebagai perlindungan diri terhadap kecemasan. Namun ada beberapa perbedaan penting yaitu
Mekanisme pertahanan ego Freud beroperasi di alam bawah sadar untuk melindungi ego dari kecemasan dan bersifat umum.
Sementara melindumgi diri Adlerian sebagian besar disadari demi melindungi harga diri seseorang yang rapuh dari penghinaan public dan hanya dalam konstruksi simtom-simtom neurotic.
Ada 3 kecenderungan melindungi diri secara umum yaitu :
  1. Berdalih (Excuses)
Tipikal berdalih terekspresikan dalam format “Ya, tetapi” atau “Jika saja”. Contohnya : “ Ya, saya ingin kuliah, tetapi anak-anak saya menuntut banyak perhatian.” “Jika saja suami saya lebih mendukung, karier saya tentu akan menanjak lebih cepat.”
Dalih-dalih ini melindungi rasa percaya diri yang lemah, namun dibuat seolah-olah tinggi dan menipu orang lain untuk percaya bahwa diri mereka lebih unggul/superior daripada yang sebenarnya.
  1. Agresi
Beberapa orang melakukan agresi untuk melindungi kompleks keunggulan mereka yang berlebih-lebihan yaitu dengan melindungi rasa percaya diri mereka yang rapuh. Agresi bisa berbentuk :
-          Penyombongan diri (depreciation) : kecenderungan untuk merendahkan keberhasilan orang lain dan melebih-lebihkan prestasinya sendiri.
-          Pengkambing-hitaman (accusation) : kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atas kegagalan dirinya dan berusaha mencari kesempatan untuk membalasnya agar dapat melindungi rasa percaya dirinya yang rapuh.
-          Penuduhan-diri (self-accusation) : kecenderungan untuk merendahkan diri sendiri agar memunculkan penderitaan bagi orang lain sembari melindungi rasa percaya diri mereka yang yang lemah.
  1. Menarik Diri (Withdrawal)
Ada 4 model perlindungan lewat menarik diri yaitu :
-          Mundur ke belakang (moving backward) : kecenderungan untuk melindungi tujuan keunggulan fiksional seseorang dengan mundur secara psikologis ke periode kehidupan yang lebih aman. Mundur kebelakang dirancang untuk meraih simpati, sikap menawarkan kebaikan namun esensinya merusak, khas perilaku anak-anak manja.
-          Diam di tempat (standing still) : kecenderungan untuk diam di tempat tidak bergerak kea rah manapun untuk menghindari tanggung jawab apapun agar dapat melindungi diri dari ancaman kegagalan.
-          Ragu-ragu (hesitating) : merasa tidak pasti ketika dihadapkan dengan masalah-masalah yang sulit.
-          Menjadi Pengamat (constructing obstacle) : mereka melindungi harga diri dan prestise mereka, jika mereka gagal menaklukkan rintangan, mereka dapat selalu memiliki kesempatan untuk berdalih.

Protes Maskulin
Kehidupan psikis perempuan pada esensinya sama dengan laki-laki dan bahwa masyarakat yang didominasi laki-laki bukan sesuatu yang alamiah melainkan lebih merupakan produk artificial perkembangan sejarah.
Sejak dini laki-laki diajarkan menjadi maskulin berarti menjadi berani, kuat, dan dominant. Sebaliknya anak perempuan seringkali belajar menjadi pasif dan menerima posisi inferior di masyarakat. Beberapa perempuan yang memperjuangkan peran femininnya, mengembangkan orientasi maskulin tapi ada juga yang memilih mundur kepada keyakinan bahwa mereka memang manusia lemah, mengakui posisi laki-laki yang diistimewakan dengan mengalihkan tanggungjawab kepada mereka. Ini merupakan hasil dari pengaruh cultural dan social, bukannya dari perbedaan fisik yang inheren diantara kedua jenis kelamin tersebut.

Aplikasi dari Psikologi Individual
Ada 4 wilayah implementasi psikologi individu yaitu :
  1. Konstelasi Keluarga
Dalam terapinya Adler selalu menanyakan konstelasi keluarga pasien yaitu urutan kelahiran mereka, jenis kelamin saudara kandung dan perbedaan usia diantara mereka.
Sifat-sifat anak akibat urutan kelahiran :
Sifat positif
Urutan kelahiran
Sifat negative
Memerhatikan dan melindungi orang lain   
Pengorganisasi yang baik
Anak Sulung
Penuh kecemasan yang berlebihan
Kebencian tidak sadar
Memaksakan diri untuk diterima
Harus selalu menjadi “benar” sementara yang lain selalu “keliru”
Sangat kritis terhadap orang lain
Tidak kooperatif
Sangat termativasi
Kooperatif
Sangat kompetitif
Anak Kedua
Bersaing secara moderat
Mudah putus asa
Memiliki ambisi yang realistik
Anak Bungsu
Gaya hidup manja
Bergantung pada orang lain
Ingin sempurna dalam segala sesuatu
Memiliki ambisi yang tidak realistic
Dewasa secara sosial
Anak Tunggal
Perasaan unggul yang berlebihan
Perasaan kooperatif yang rendah
Pemahaman diri yang dilebih-lebihkan
Gaya hidup manja
























 

  1. Rekoleksi- Rekoleksi Awal
Meskipun Adler percaya bahwa memori-memori yang diingat kembali dapat memberinya petunjuk untuk memahami gaya hidup pasien, namun tidak menganggap memori –memori ini penyebab gaya hidup tersebut. Karena pengalaman yang diingat kembali bisa berkaitan dengan realitas objektif, atau hanya fantasi belaka yang tidak begitu penting. Manusia merekonstruksi ulang peristiwa-peristiwa untuk membuat mereka tetap konsisten dengan suatu tema atau pola yang terus dijalaninya di sepanjang hidup mereka.
Adler menekankan pada rekoleksi-rekoleksi awal selalu konsisten dengan gaya hidup sekarang dan bahwa pemahaman subjektif mereka terhadap pengalaman-pengalaman ini menghasilkan sejumlah petunjuk untuk memahami tujuan akhir maupun gaya hidup mereka saat ini.
Adler percaya bahwa pasien dengan tingkat kecemasan tinggi akan sering memproyeksikan gaya hidup mereka saat ini ke dalam memori pengalaman kanak-kanak mereka tentang peristiwa yang menakutkan dan menimbulkan kecemasan. Sebaliknya orang yang penuh percaya diri cenderung mengingat memori yang berisi hubungan-hubungan menyenangkan dengan orang lain. Dikeduanya, pengalaman awal tidak menentukan gaya hidup. Tapi sebaliknyalah yang benar yaitu rekoleksi-rekoleksi pengalaman awal malah dibentuk oleh gaya hidup saat ini.

  1. Mimpi-Mimpi
  2. Psikoterapi

Menurut Adler mimpi menipu diri sendiri (self deception) dan tidak bisa mudah dipahami bahkan oleh pemimpi sendiri. Mimpi menyamar untuk bias membohongi pemimpi, membuat penginterpretasian oleh diri sendiri (self-interprettation) tidak mudah. Semakin tujuan individu tidak konsisten dengan realitas , semakin banyak mimpi digunakan menipu si pemimpi.



Psikoterapi
Teori Adlerian mempostulasikan bahwa psikopatologi berasal dari kekurangberanian, perasaan inferioritas yang berlebih-lebihan, dan kepedulian social yang tidak berkembang penuh. Karena itu, tujuan utama psikoterapi Adlerian adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferioritas yang berlebihan, dan memperbesar kepedulian social. Namun, tugas ini tidaklah mudah karena pasien berjuang keras mempertahankan kondisi seperti ini, sebuah pandangan yang nyaman tentang diri mereka sendiri.
Adler sering menggunakan moto, “setiap orang dapat mencapai segala sesuatu.” Kecuali keterbatasan-keterbatasan tertentu yang sudah ditentukan oleh heriditas, dia sangat  yakin terhadap maksim ini dan berulang kali menekankan bahwa apa yang dilakukan manusia dengan apa yang dilakukan manusia dengan apa yang ada pada mereka lebih penting daripada apa yang mereka miliki.
Adler menemukan metode terapi yang unik bagi anak-anak bermasalah dengan menangani mereka langsung di hadapan orangtua, guru, dan pekerja medis professional. Adler percaya bahwa prosedur ini akan meningkatkan kepedulian social anak-anak dengan mengizinkan mereka untuk merasakan bahwa mereka untuk merasakan bahwa mereka menjadi milik kesayangan sebuah komunitas orang dewasa yang penuh perhatian. Adler sangat berhati-hati untuk tidak menyalahkan orangtua atas kenakalan anak-anak mereka. Karena itu, dia juga berusaha membangkitkan kepercayaan diri orangtua dengan meyakinkan agar mereka juga mengubah beberapa perilaku terhadap anak mereka.

Riset-Riset Terkait
A.    Kepedulian Social Dan Tindakan Criminal
Adler menulis tentang kegagalan-kegagalan hidup, yaitu kecenderungan menjadi penderita neurotic, psikotik, dan criminal. Lebih jauh dia yakin kalu orang-orang ini sama-sama memiliki tingkat kepedulian yang rendah-sebuah barometer bagi kenormalan dan satu-satunya criteria bagi nilai seorang manusia.
B.     Rekoleksi Awal Dan Watak Kepribadian
Riset mengenai asosiasi antara rekoleksi awak dan watak kepribadian pada saat kini (gaya hidup) biasanya menggunakan satu dari dua instrument berikut ini—manaster-perryman manifest content early recollection scoring manual (Manaster & Perryman, 1974,1979), atau comprehensive early memory scoring system (Last, 1983)
Riset ini menunjukkan sebuah relasi yang konsisten antara rekoleksi-rekoleksi awal dan beragam watak kepribadian.
C.     Rekoleksi Awal Dan Hasil-Hasil Psikoterapi
Jika rekoleksi awal adalah rekonstruksi fiksional yang disesuaikan dengan perubahan gaya hidup itu sendiri.

Kritik Terhadap Adler
Teori Adler, seperti Freud menghasilkan banyak konsep yang tidak mudah diverifikasi maupun difalsifikasikan. Fungsi lain teori yang berdaya guna adalah membangkitkan riset, dan mengenai criteria ini, teori Adler berada pada tingkat di atas rata-rata. Banyak riset yang tertarik pada psikologi individu sudah meneliti rekoleksi-rekoleksi awal, kepedulian social, dan gaya hidup.
Konsep daya kreatif memang sangat menarik. Mungkin banyak orang percaya bahwa mereka memang disusun dari sesuatu yang lebuh dari sekedar unteraksi hereditas dan lingkungan. Banyak orang secara intuitif  merasa bahwa mereka memiliki beberapa unsure dalam jiwa mereka (jiwa, ego, diri, daya kreatif).

Konsep Kemanusian/Kesimpulan
Adler percaya bahwa pada dasarnya manusia adalah penentu dirinya sendiri (self determined) dan bahwa mereka membentuk kepribadian dari makna yang mereka berikan kepada pengalaman-pengalaman mereka. Material bangunan kepribadian ini disediakan oleh hereditas dan lingkungan, namun daya kreatif membentuk material iini dan menjadikannya berguna. Adler sering menekankan bahwa kegunaan yang dibangun dari kemampuan-kemampuan diri sendiri lebih penting daripada jumlah kemampuan itu. Hereditas memberkati manusia dengan kemampuan tertentu dan lingkungan memberi beberapa kesempatan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut namun, pada akhirnya manusia itu sendiri yang harus bertanggung jawab dengan penggunaan kemampuan-kemampuan tersebut.
Manusia bergerak maju, dimotivasikan oleh tujuan di depan lebih daripada insting-insting bawaan atau daya-daya kausal. Tujuan-tujuan masa depan ini sering kali ketat dan tidak realistic namun, kebebasan pribadi manusia mengizinkan mereka membentuk ulang tujuan-tujuan mereka, dan karenanya mengubah hidup mereka. Manusia menciptakan kepribadiannya dan sanggup mengubah kepribadiannya tersebut. Manusia menciptakan kepribadiannya sendiri dan sanggup merubah kepribadian tersebut dengan mempelajari sikap-sikap baru.
Sikap-sikap ini menjadi pedoman bagi pemahaman bahwa perubahan bisa terjadi, bahwa tak seorang pun atau kondisi apapun bertanggun jawab bagi “siapa dirinya” dan bahwa tujuan-tujuan pribadi harus disubordinasikan pada kepedulian social.
Adler paercaya bahwa pada akhirnya manusia bertanggung jawab atas kepribadian mereka sendiri. Daya kreatif manusia sanggup mentranformasi perasaan-perasaan tidak tepat menjadi kepedulian social maupun tujuan keunggulan pribadi yang berpusat pada diri sendiri. Kemampuan ini berarti manusia tetap bebas untuk memilih antara sehat secara psikologis atau neurotisisme. Adler menganggap pembatasan pada diri sendiri sebagai patologi sedangkan kepedulian social yang kuat sebagai standar kedewasaan psikologis. Manusia yang sehat memiliki tingkat kepedulian sosial tinggi namun, di sepanjang hidup, manusia masih tetap bebas untuk menerima atau menolak normalitas dan menjadi apa yang diinginkan.



 
DAFTAR PUSTAKA

Feist, J., & Fiest, G. J. (2008). Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Belajar.