THE
SOLOIST
BAB I
PENDAHULUAN
SINOPSIS
BAB II
LANDASAN TEORI
Schizophrenia merupakan
gangguan psikotik kronis yang ditandai oleh episode akut yang mencakup kondisi
terputus dengan realitas, yang ditampilkan dalam ciri-ciri seperti waham, halusinasi,
pikiran tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku yang aneh.
Deficit residual dalam area kognitif, emosional, dan social dari fungsi-fungsi
yang ada sebelum episode akut. Diantara episode-episode akut, orang yang
mengalami skizoprenia mungkin tetap tidak dapt berpikir secara jernih dan
munking kehilangan respon emosional yang sesuai terhadap orang – orang dan
peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang
mendatar dan menunjukkan sedikit-jika ada-ekspresi (Mandal, Pandey, &
Prasad, 1998). Skizoprenia diyakini
mempengaruhi sekitar 1% dari populasi.
Skizoprenia
biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat pada saat
orang mulai keluar dari keluarga menuju ke dunia luar (Cowan & Kandel , 2001 ; Harrop &
Tower, 2001). Orang yang mengidap skizoprenia semakin lama semakin terlepas
dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan
sebagai pelajar, pekerja, atau pasangan dan keluarga serta komunitas mereka menjadi
kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. Gangguan ini biasanya berkembang pada masa remaja
akhir atau awal usia 20 tahun-an, pada masa dimana otak sudah mencapai
kematangan yang penuh. Pada sekitar tiga dari empat kasus, tanda-tanda pertama
dari skizoprenia tampak pada usia 25 tahun (Keith, Regier, & Rae, 1991).
Pada
kebanyakan kasus, terjadi penurunan yang lebih perlahan dan berangsur-angsur
dalam funsi individu. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun sebelum perilaku psikotik muncul, meskipun
tanda-tand awal dari kemunduran mungkin dapat diamati. Periode kemunduran ini
disebut sebagai fase prodromal. Hal ini ditandai dengan berkurangnya minat
dalam aktivitas social dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi tangggung
jawab di kehidupan sehari-hari. Pada mulanya, mereka tidak peduli dengan
penampilannya, seiring dengan waktu mereka bertambah menjadi bertambah aneh dan
eksentrik, seperti menimbun makanan, mengumpulkan sampah, atau berbicara
sendiri di jalan merupakan fase akut gangguan dimuali. Simtom-simtom psikotik
yang sebenarnya berkembang, seperti halusinasi yang merajalela, waham dan
meningkatnya perilaku yang aneh.
Setelah
episode akut, orang-orang yang mengalami skizoprenia memasuki fase residual,
dimana perilaku mereka kembali pada tingkat sebelumnya yang merupakan
karakteristik dari fase prodromal. Meskipun perilaku psikotik yang mencolok
mungkin tidak muncul selama fase residual, orang tersebut tetap dapat terganggu
oleh perasaan apatis yang dalam, oleh kesulitan dalam berpikir atau berbicara
denganjelas, dan menyimpan ide yang tidak biasa, seperti keyakinan tentang
telepati atau pendangan akan masa depan. Pola perilaku seperti ini mempersulit
individu untuk memenuhi peran social yang diharapkan seperti pencari nafkah,
pasangan dalam pernikahan, atau siswa. Kembalinya seseorang secara penuh pada
perilaku normal adalah tidak biasa namun terjadi pada beberapa kasus. Yang
lebih umum adalah berkambangnya pola kronis, yang ditandai dengan terjadinya
episode-episode psikotik akut dan berlanjutnya hendaya kognitif, emosional, dan
motivasional antarepisode ( Weirsma dkk., 1998; USDHHS, 1999a).
Ciri-ciri Utama Skizoprenia :
1. Gangguan
dalam pikiran dan pembicaraan
-
Gangguan dalam isi pikiran
Gangguan yang paling nyata
pada isi pikiran mencakup waham, atau keyakinan yang salah yang menetap pada
pikiran seseorang tanpa mempertimbangkan dasar yang tidak logis dan tidak
adanya bukti untuk mendukung keyakinan tersebut. Waham ini cenderung tidak
tergoyahkan meskipun dihadapkan pada bukti yang bertentangan. Beberapa bentuk
umum waham :
a. Waham
perkusi ( berpikir bahwa mereka dikejar oleh Mafia, FBI, atau kelompok lain)
b. Waham
referensi ( merasa bahwa dirinya dibicarakan orang)
c. Waham
dikendalikan ( meyakini bahwa pikiran, perasaan, tindakannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar, seperti suruhan setan )
d. Waham
kebesaran ( meyakini dirinya orang yang besar memiliki kekuatan menyelamatkan
dunia )
e. Waham
pemecahan pikiran ( meyakini entah bagaimana pikirannya disebarkan ke dunia
luar sehingga orang lain dapat mendengarnya )
f. Waham
penyisipan pikiran ( meyakini bahwa pikirannya telah ditanamkan pada otaknya
pada pihak luar )
g. Waham
penarikan pikiran ( meyakini bahwa pikirannya telah dipindahkan dari dalam
otaknya )
h. Waham
lain meliputi keyakinan bahwa dirinya telah melakukan dosa yang tidak
termaafkan, menjadi busuk karena penyakit yang mengerikan
-
Gangguan dalam bentuk
pikiran
Gangguan pikiran dikenali
melalui gangguan dalam organisasi, pemrosesan dan kendali pikiran. Bentuk
pembicaraan orang yang mengalami skizofrenia seringkali tidak teratur atau
kacau, dengan bagian-bagian kata dikombinasikan secara tidak sesuai atau
kata-kata dirangkai bersama untuk membuat rima-rima yang tidak bermakna.
Pembicaraan mereka dapat melompat dari satu topik ke topik lainnya, namun kurang
menunjukkan keterkaitan antara ide atau pikiran-pikiran yang diekspresikan.
Orang-orang dengan gangguan pikiran biasanya tidak menyadari bahwa pikiran dan
perilaku mereka tampak tidak normal.
2. Kekurangan
dalam pemusatan perhatian
Kesulitan menyaring keluar stimulus yang tidak relevan
dan mengganggu, kekurangan yang menyebabkan hampir tidak mungkin untuk
memusatkan perhatian dan mengorganisasikan pikiran mereka (Asarnow dkk., 1991).
Orang
yang mengalami skizoprenia juga tampak waspada berlebihan, atau menjadi
benar-benar sensitif terhadap suara-suara yang tidak relevan, terutama selama
tahap awal gangguan.
3. Gangguan
persepsi
Halusinasi, bentuk gangguan persepsi yang paling umum
pada skizoprenia, adalah gambaran yang dipersepsi tanpa adanya stimulus dari
lingkungan. Halusinasi dapat melibatkan setiap indera. Halusinasi auditoris
(mendengar suara) adalah yang paling umum. Halusinasi taktil (seperti
digelitik, sensasi listrik atau terbakar) dan halusinasi somatic (seperti
merasa ada ular yang menjalar di dalam perut) juga umum. Halusinasi visual
(melihat sesuatu yang tidak ada), halusinasi gustatoris (merasakan dengan lidah
sesuatu yang tidak ada), dan halusinasi olfaktoris (mencium bau yang tidak ada)
lebih jarang.
4. Gangguan
emosi
Orang yang mengalami skizoprenia mengalami
gangguan afek atau emosional yang ditandai oleh afek datar dan tidak sesuai.
Mungkin berbicara secara monoton dan mempertahankan wajah tanpa ekspresi. Bukti – bukti terakhir
berdasarkan penelitian laboratories menunjukkan bawa pasien skizoprenia
mengalami emosi negative yang lebih intens, dibandingkan kelompok kontrol ( Myin-Germeys, Delespaul, & deVries,
2000).
Subtipe Skizoprenia
1. Tipe
Tidak Terorganisasi
Memiliki
ciri-ciri seperti perilaku yang kacau, pembicaraan yang tidak koheren, halusinasi
yang jelas dan sering, afek yang datar atau tidak sesuai dan waham yang tidak
terorganisasi. Mereka juga menunjukkan kedunguan dan mood yang gamang,
cekikikan dan berbicara yang tidak-tidak. mereka sering mengabaikan penampilan
dan kebersihan.
2. Tipe
Katatonik
Gangguan
yang nyata dalam aktivitas motorik dimana perilaku mungkin melambat menjadi
stupor namun secara tiba-tiba berubah menjadi keadaaan yang sangat teragitasi.
Ciri yang mengejutkan namun kurang umum adalah waxy flexibility, yang
menampilkan posisi tubuh yang tetap, sebagaimana posisi yang telah dipaparkan
oleh orang lain terhadap mereka.
3. Tipe
Paranoid
Bercirikan
focus terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang
sering (APA, 2000).Perilaku dan pembicaraan dari seseorang yang mengalami
skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi yang jelas sebagaimana
ciri dari tipe tidak terorganisasi, tidak juga dengan jelas menunjukkan afek
datar atau yang tidak sesuai, atau perilaku katatonik.
Variasi
skizofrenia yang dibedakan berdasarkan subtype spesifik. Cara lain untuk
menggolongkan skizofrenia didasarkan pada pembedaan antara Skizofrenia Tipe I, ditandai oleh
simtom-simtom yang lebih mencolok (simtom positif) seperti halusianasi, waham,
asosiasi yang longgar, serta kemunculan yang mendadak dan tiba-tiba, kemampuan
intelektual yang tetap terpelihara, dan respon yang lebih baik terhadap
pengobatan antipsikotik (Penn, 1998). Skizofrenia Tipe II, ditandai oleh
simtom-simtom deficit (simtom negatif), hal ini mencakup hilang atau
berkurangnya fungsi-fungsi normal, sebagaimana ditunjukakan dengan cirri-ciri
seperti hilangnya ekspresi emosi, rendahnya atau tidak adanya tingkat motivasi,
hilangnya kesenangan dalam aktivitas, penarikan diri secara social, dan
kemiskinan pembicaraan, kemunculan lebih bertahap, hendaya intelektual, dan
respon yang lebih buruk terhadap obat-obatan antipsikotik (USDHHS,1999a).
Adapun skizoprenia memiliki
berberapa penyebab seperti :
1. Faktor
Biologis
-
Bukti kuat tentang
kontribusi genetis yang utama
-
Ketidakteraturan dalam
system neurotransmitter di otak, terutama pada jalur di otak yang mengatur
neurotransmitter dopamin
-
Ketidaknormalan otak yang
mendasari banyak kasus, seperti kerusakan structural atau deteroisasi jaringan
otak atau gangguan pada jalur di otak yang mengatur fungsi kognitif dan
emosional.
-
Kemungkinan adanya peran
infeksi virus yang mempengatuhi perkembangan otak yang terjadi pada masa
prenatal atau selama masa awal kehidupan
2. Faktor
Psikososial
-
Pengalaman yang penuh stress
dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan skizoprenia pada individu
yang memiliki kerentanan secara genetis.
Penyebab
yang spesifik tetap tidak diketahui, namun kebanyakan peneliti meyakini bahwa
hal-hal tersebut mencerminkan interaksi antara genetis dan factor yang terkait
dengan stress, sebagaimana direpresentasikan oleh model diatesis stres.
Belum
ada penyembuhan untuk skizoprenia. Penanganan biasanya mencakup banyak segi,
menggabungkan pendekatan farmakologis, psikologis, dan rehabilitative.
Kebanyakan orang skizofrenia yang dirawat dalam lingkup kesehatan mental yang
terorganisasi menerima beberapa bentuk obat antipsikotik, yang dimaksudkan
untuk mengendalikan pola-pola perilaku yang lebih ganjil, seperti halusinasi
dan waham, dan mengurangi resiko kambuh yang berulang-ulang. Beberapa
pendekatan penanganan diantaranya :
1. Perawatan
Biomedis
Menggunakan obat-obat
antipsikotik untuk mengendalikan simtom-simtom psikotik.
2. Penanganan
Psikososial
Pendekatan
berdasarkan prinsip belajar, seperti system token ekonomi dan pelatihan
ketrampilan social, dapat membantu pasien skizofrenia mengembangkan perilaku
yang lebih adaptif.
3. Rehabilitasi
Psikososial
Kelompok-kelompok
self-help dan program tempat tinggal yang terstruktur dapat membantu pasien
skizofrenia menyesuaikan diri dengan kehidupan komunitas.
4. Program
Intervensi Keluarga
Intervensi keluarga
digunakan untuk meningkatkan komunikasi dalam keluarga dan mengurangi tingkat
konflik dan stres keluarga.
Ciri-ciri Klinis Utama
Skizofrenia :
A. Dua
atau lebih hal-hal berikut harus muncul dalam porsi yang signifikan selama
munculnya penyakit dalam waktu satu bulan :
1. Waham
atau delusi
2. Halusinasi
3. Pembicaraan
yang tidak koheren atau ditandai oleh asosiasi longgar
4. Perilaku
tidak terorganisasi atau katatonik
5. Ciri-ciri
negative (misalnya afek datar)
B. Fungsi
pada bidang-bidang seperti hubungan social, pekerjaan, atau perawatan diri
selama perjalanan penyakit secara nyata berada di bawah tingkatan yang dapat
dicapai sebelum munculnya gangguan. Apabila gangguan muncul pada masa
kanak-kanak atau remaja, terdapat suatu kegagalan untuk mencapai tingkat
perkembangan social yang diharapkan.
C. Tanda-tanda
gangguan terjadi secara terus-menerus
selama masa setidaknya 6 bulan. Masa 6 bulan ini harus mencakup fase aktif yang
berlangsung setidaknya satu bulan dimana terjadi simtom psikotik (teradaftar
pada A), yang merupakan karakteristik skizofrenia.
D. Gangguan
tidak dapat diatribusikan sebagai dampak zat-zat tertentu (misalnya:
penyalahgunaan zat atau pengobatan yang diresepkan) atau pada kondisi medis umum.
Sumber.
Diadaptasi dari DSM-IV-TR(APA, 2000)
BAB III
PEMBAHASAN
Kisah dalam film ini sebenarnya juga
sudah menegaskan bahwa subjek (Nathaniel) mengalami skizoprenia. Hal itu dapat
dilihat dari perilakunya yang menunjukkan gejala-gejala skizofrenia seperti:
·
Adanya
gangguan dalam isi pikiran berupa Waham
dikendalikan (meyakini bahwa pikiran, perasaan,
tindakannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar, seperti suruhan setan).
Nathaniel sering mendengar suara-suara perintah yg menyuruhnya untuk lari,
sembunyi dari orang-orang yang seolah-olah akan menyakitinya.
·
Adanya gangguan dalam bentuk pikiran, dikenali melalui
pembicaraan Nathaniel yang kacau dan tidak teratur. Pembicaraannya dapat melompat dari satu topik ke topik lainnya, namun kurang menunjukkan
keterkaitan antara ide atau pikiran-pikiran yang diekspresikan.
·
Adanya gangguan dalam persepsi, yaitu pengalaman
inderawi yang tidak wajar. Nathaniel pernah melihat mobil terbakar yang
berjalan di belakang rumahnya. Semenjak itulah ia mulai merasa dirinya terancam
yang menyebabkannya menarik diri dari orang lain.
Penyebab terjadinya skizofrenia pada
Nathaniel berasal dari faktor Psikososial yaitu pengalaman
yang penuh stress dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan skizofrenia pada individu yang memiliki
kerentanan secara genetis.
Karena skizofrenia belum ada obatnya
maka dibutuhkan beberapa pendekatan penanganan antara lain : medis, psikososial, rehabilitasi psikososial, dan intervensi
keluarga. Pendekatan penanganan tersebut berfungsi untuk
mengendalikan pola-pola perilaku yang lebih ganjil, seperti halusinasi
dan waham, dan mengurangi resiko kambuh yang berulang-ulang. Pada Nathaniel dilakukan penanganan psikososial,
rehabilitasi psikososial, dan intervensi keluarga. Tidak dilakukannya
penanganan medis dikarenakan Nathaniel tidak menunjukkan perilaku yang
membahayakan.
Untuk penanganan psikososial dilakukan pendekatan belajar dengan
pelatihan ketrampilan bermain cello. Bergabungnya Nathaniel ke kelompok
orchestra membantunya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan, ini merupakan
pendekatan rehabilitasi sosial. Sedangkan dalam intervensi keluarga, Nathaniel
mendapatkan dukungan dari Lopez sahabatnya dan kakak perempuannya.
Dari perilaku-perilaku yang
ditampilkan, Nathaniel termasuk ke dalam skizofrenia tipe paranoid yang
memiliki satu waham dan halusinasi auditori visual. Nathaniel sama sekali tidak
menunjukkan gejala skizofrenia tipe tidak terorganisasi (seperti perilaku yang
kacau, tidak tenang, tidak menjaga kebersihan dan penampilan, dan afek datar)
ini terlihat dari cara dia menjaga penampilan rambutnya, tidak suka adanya
putung rokok, selalu membersihkan tempat tidurnya terlebih dulu sebelum ia
tidur dan lain sebagainya. Dan juga tidak termasuk tipe katatonik (seperti
posisi tubuh yang tetap) karena Nathaniel selalu memainkan biolanya dan dapat
menerima uang dari hasil dia memainkan biolanya.
BAB IV
KESIMPULAN
Untuk menyatakan bahwa seseorang
mengalami skizofrenia, harus didasarkan pada ciri-ciri klinis utama skizofrenia
(DSM-IV-TR; APA, 2000). Nathaniel memenuhi beberapa ciri-ciri klinis utama
skizofrenia tersebut.
Dalam skizofrenia terdapat beberapa
tipe yaitu tipe tak terorganisasi, tipe katatonik dan tipe paranoid. Dari
perilaku yang terlihat, Nathaniel termasuk ke dalam skizofrenia tipe paranoid
yang memiliki satu waham dan halusinasi auditori visual. Nathaniel sama sekali
tidak menunjukkan gejala skizofrenia tipe tidak terorganisasi (seperti perilaku
yang kacau, tidak tenang, tidak menjaga kebersihan dan penampilan, dan afek
datar) dan tipe katatonik (seperti
posisi tubuh yang tetap).
Penanganan yang diberikan pada
penderita skizofrenia tergantung pada kebutuhan dan tipe skizoprenia yang
dialami. Penanganan yang diberikan pada Nathaniel tidak berupa penanganan
medis, melainkan lebih kepada pendekatan psikososial, rehabilitasi psikososial
dan intervensi keluarga. Dalam hal
pendekatan psikososial, Nathaniel dilibatkan dalam komunitas orchestra sehingga
ia dapat belajar beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan juga dapat
menjadi wadah baginya untuk mengembangkan bakatnya dalam bermain cello. Dalam
intervensi keluarga, Nathaniel mendapat dukungan dari sahabatnya Steven Lopez
dan kakak perempuannya.
Dari penanganan yang diberikan,
kondisi jiwa Nathaniel tidak berubah dari awal Steve bertemu
dengannya atau tetap. Nathaniel merasa bahagia akan kehidupan
saat ini yaitu setelah bertemu dengan Steve dan teman-teman di LAMP. Selain
dapat mengembangkan bakatnya dalam bermain cello, Nathaniel juga dapat pandai
dalam memainkan beberapa alat musik seperti: piano, suling, drum dan lain-lain.
Daftar Pustaka
-
Jeffrey S. Nevid, S. A. (2005). Psikologi
Abnormal Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
-
http//www.bicara film.com